Sebulan yang lalu...
“Maafin aku din, aku benar-benar ingin bercerita kepadamu waktu itu,
aku ingin bertanya tentang pendapatmu, tapi bagaimana bisa aku meneleponmu untuk menanyakannya
sedangkan kita sedang di kampung masing-masing dan waktu itu katamu handphonemu
sedang tak bisa digunakan”, ucap Tria sambil mengiba di hadapanku.
“Iya sudahlah tria, aku tak mempermasalahkanmu sudah bercerita atau
belum, aku tak mempermasalahkan kamu dengan pacar barumu itu, hanya saja aku
hanya tak ingin kamu berkali-kali jatuh ke kesalahan yang sama, itu aja”, jawabku tenang sembari memberikan senyum kecil
yang melambangkan kekecewaanku padanya sambil terus berjalan menyusuri jalanan
di kampus yang begitu tenang, sunyi sepi tanpa suara, hanya suara kami berdua
yang jelas terdengar. Wajar saja karena hari itu hanya kelas ku yang ada jadwal
kuliah, dan semua teman-teman sudah pulang duluan.
“Aku benar-benar merasa bersalah din, aku juga nggak sadar udah nerima
dia.”, ucapnya polos.
“Kini kamu berkata begitu, kemarin kamu juga berkata begitu tria. Aku pun
bingung dengan jalan pikiran kamu, udah dua kali kamu berkata begitu sama kau,
ini yang ketiga kalinya. Aku pun tak tau harus berkata apalagi jika itu sudah
menjadi pilihanmu. Aku mendoakan yang terbaik untukmu, semog pilihan ini tepat
untukmu.” “aku duluan ya, udah ada janji dengan teman kos tadi” kataku sambil
berjalan dengan arah berlawanan darinya mengawali langkah meninggalkannya
diparkiran.
“Hey din” sapa tria mengacaukan
lamunanku.
“eh kamu tria, apa kabar? Udah lama
ya kita nggak ngobrol.” Ucapku sambil tersenyum lebar.
“ah kamu din, seperti kita sudah
tak lama bertemu saja ucapanmu itu, setiap hari kan kita juga ketemu pake acara
nanya kabar segala” jawabnya kesal.
“haha bukan gitu, maksud aku kita
emang sering ketemu, tapi nggak berbincang seperti ini, palingan tentang tugas
kelompok, ya kan? Karena disibukkan dengan setumpuk tugas kali ya? Gimana hubungan
kamu dengan pramugara itu?” tanyaku.
“haha dasar miss lebay, baru
beberapa hari juga kita nggak ngobrol udah kayak setahun aja nggak ketemu,woo. Aku
dengan dia baik-baik aja. Eh iya ada yang waktu itu belum sempat aku ceritain
din, mmm” ucapnya gelisah.
“iya apa tria, bilang aja. Lebih
baik terlambat daripada nggak sama sekali kan?”, jawabku sambil menenangkannya.
“gini waktu itu aku bilang
mungkin aku nggak akan pernah suka sama si pramugara itu, ya emang aku nggak suka.
Senjata makan tuan kali ya, sekarang aku malah pacaran sama dia. Tapi aku emang
ngerasa nyaman sama Akmal ini din. Aku nggak mau kamu salah paham din, padahal
sebelumnya kau bilang udah nggak mau pacaran lagi dan tentang aku mutusin si
Kiki, itu karna...” , tria menghentikan perkataannya setelah bicara cerita
panjang lebar tanpa henti, ya dia memang kebiasaan begitu.
“karena apa din? Kenapa? Bukannya
kemarin itu kamu bilang karena kamu bosan? Berarti ada alasan lain yang belum
aku tau? Tapi kalo aku nggak perlu tau kamu juga nggak perlu cerita kok sama
aku. Nggak semua hal kan bisa kita ceritain dan bisa kita percayai ke orang
temapt kita bercerita.” Jawabku menenangkannya lagi.
“bukan gitu, bukan aku
menyembunyikannya, tapi aku hanya tidak ingin mempermalukannya. Tapi sudah
saatnya mungkin aku harus bercerita kagar kalian tahu apa sebabnya. Yaitu karena
sewaktu dia dengan aku, hanya aku yang mengeluarkan semua uang untuk hubungan
kami. Dia benar-benar tidak berpartisipasi sama sekali din, malah pernah waktu
pake motor aku, dia udah tau minyak motor aku udah rest, tapi dia bersikeras
bilang masih cukup karena sking tidak mau mengisi minyak itu mungkin. Jadinya ya
aku yang bersikeras minta berhenti di POM bensin untuk mengisi minyak bensin
untuk motorku. Aku pikir kali itu mungkin dia lagi nggak megang duit. Tapi ternyata
selama dua bulan hubungan kami dia selalu begitu.” Ucapnya sedih.
“ya ampun din, kenapa kamu baru
cerita. Itu bener-bener diluar dugaan. Prakiraan aku kan dia playboy bakalan
nyelingkuhin kamu, aku emang udah nggak suka dari awal sama dia, yang waktu itu
kamu juga bilang, maaf din aku bener-bener nggak sadar udah nerima dia. Sama seperti
kamu menerima si Akmal ini. Aku cuma takut dan nggak mau kamu jatuh ke
kesalahan yang sama, lagi-lagi aku mengatakan hal ini kan...” ucapanku
tertahan.
*hening*
“yasudahlah, kalo memang begitu
tepat kok pilihan kamu untuk mengakhiri dengan dia. Tapi dengan yang sekarang
semoga nggak terulang lagi ya, aku doain semoga langgeng semoga pilihanmu nggak
salah lagi, tapi maaf aku nggak suka cara kamu yang selalu polos mengatakan aku
nggak sadar udah nerima, itu kan pilihan kamu sendiri tria, mulailah untuk
menyadari hal itu.” Ucapaku sambil tersenyum lebar padanya.
“Makasih din, kamu emang paling
mengerti, maaf juga aku nggak banyak cerita lagi sama kamu,” jawabnya.
Teruskanlah bila menurutmu itu benar . Aku pun tak
menyalahkanmu, juga tak merasa yg paling benar. Sebagai sahabat aku hanya tak ingin
sahabatku sedih karena kesalahan yang berulang-ulang atas pilihannya sendiri. Karena
aku sebagai sahabat juga merasa bersalah seolah-olah tak mngingatkanmu agar tak
terjerumus ke kesalahan yang sama.
Tapi semoga ini yang terbaik, maaf juga aku
harus menjaga jarak di antara kita, karena jujur saja aku sedikit kecewa, bukan
karena pilihanmu dan juga bukan karena kamu. Tapi karena aku, karena aku yang
tidak berhasil mengingatkan sahabatku sendiri, yang bisa saja berubah menjadi bunga mawar bahkan boomerang bagi dirimu
sahabat. Hanya perlu waktu untukku bisa memaafkan diri sendiri.
Mungkin prinsip kita berbeda arah disini,
aku menghargai itu. Karena berbeda pendapat itulah aku tak ingin menyalahkanmu,
aku melepaskanmu mengembangkan pendapatmu sendiri. Percayalah aku selalu disini
untuk mendengar ceritamu, aku selalu disini untukmu sahabatku. Tak akan
melepaskanmu ke dalam jurang kesalahan lagi. Hanya saja aku memberi waktu,
waktu untukmu mengerti, mengerti akan maksudku yang mungkin tak akan kamu
mengerti secepat ini.
Kita pun tak bisa menuntut untuk selalu bisa
bersama dan selalu menceritakan kisah kita masing-masing kepada stu sama lain. Karena
selalu ada kondisi atau keadaan dimana sebuah cerita tak bisa terungkapkan jika
sudah dihadapan orang yang ingin kita ceritakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar